Jumat, 09 Januari 2009

Sebungkus Permen

Kuraih secarik kertas diatas meja belajarku. Perlahan kuurai lipatannya. Sesekali aku mengangguk, memastikan jadwal ujian SPMB hari pertama ini. Setelah segala sesuatunya kupersiapkan, termasuk hafalan-hafalan sekenaku mengenai mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris. Tanpa pikir panjang, segera aku bergegas menuju ke tempat ujian.
“FISIP UNS…. Ya,” ujarku mengingat tempat ujianku sambil mengira-ira jalan kesana.
Sepi....
Hanya beberapa orang saja yang berada disana. Segera ku parkir motorku dan berusaha mencari ruang ujianku.
“Masih jam 07.00 to? Pantesan sepi, “ batinku.
“Ini bener ruang 203 ya Mbak?” tanyaku kepada wanita yang duduk didepan sebuah ruangan.
“Iya bener Mas,” jawab wanita itu singkat.
Setelah aku memastikan ruangan tempat aku melaksankan ujian SPMB, aku rebahkan tubuhku duduk disamping wanita itu.
“Di ruang 3 juga ya Mbak ujiannya?” tanyaku memecah keseriusan yang terpancar dari wajah wanita itu.
“Iya,” jawabnya singkat seraya menutup buku yang sedari tadi dibacanya. “Mas juga ya?” balasnya bertanya kepadaku.
“Iya,” jawabku kembali dengan tersenyum simpul.
Seketika wanita itu membuka tasnya. Segenggam permen ia keluarkan.
“Mau permen Mas?” tawarnya sambil mengulurkan segenggam permen itu padaku.
“Makasih Mbak..,” jawabku seraya menggambil sebungkus permen dari genggamannya.
“Permen mints ya?” tanyaku singkat.
“Iya, Kenapa? Nggak suka ya?” tanyanya lagi dengan mengerutkan dahi..
“Nggak.... Suka kok.... Suka benget malah,” jawabku memastikannya sambil membuka permen mints dan memasukan bungkus permen itu di sakuku karena aku tidak menemukan tempat sampah di dekatku. “Oiya.... Boleh tahu nama Mbak? Kalau aku Bintang,” sapaku kembali sambil mengulurkan tangan.
“Bulan...,” jawabnya singkat seraya membalas uluran tanganku.

***

Sekitar 15 menit aku ngobrol dengan Bulan, yang ternyata satu ruangan denganku. Orangnya menarik, sopan lagi. Karena asyiknya ngobrol, tak terasa bel tanda ujian SPMB dimulai pun berbunyi. Kami pun begegas masuk ruangan bersama sekitar dua puluh peserta lain yang satu ruangan dengan aku dan Bulan. Setelah mencocokkan nomor ujian dengan meja, aku segera menempatkan diri. Ternyata aku duduk dipojok belakang. Sedangkan Bulan duduk di kursi depan pengawas.

***

Dengan penuh keseriusan para peserta ujian mengerjakan soal-soal ujian yang telah disediakan. Ada diantara mereka yang menggaruk-garuk kepala kebingungan, ada juga yang menggigit-gigit ujung pensil, bahkan ada juga yang melamun. Pokoknya gelagat para peserta ujian unik-unik banget. Kadang membuatku tertawa geli melihatnya.
Bel tanda waktu ujian berakhir berbunyi. Semua peserta ujian meninggalkan ruangan, termasuk aku dan Bulan. Di luar ruangan aku sempat ngobrol bentar sama Bulan mengenai ujian tadi. Sepertinya Bulan yakin benar dengan jawabannya. Sedangkan aku justru mengeluh kesulitan menjawab soal-soal ujian tadi.
Setelah berpamitan dengannya, aku pun bergegas pulang.

***

Seperti kemarin aku berangkat lagi untuk mengikuti ujian SPMB hari kedua. Kali ini aku terlambat. Semua peserta ujuian sudah masuk ruangan.
“Untung baru terlambat lima menit,” gumanku sambil menengok kearah jam dinding.
Sambil menanti pengawas mengambilkanku lembar jawab dan lembar soal, aku menatap dengan penuh keheranan bangku tempat ujian Bulan yang ternyata kosong.
“Bulan terlambat...?” batinku seakan tidak percaya.

***

Sampai ujian berakhir Bulan tidak kunjung datang. Sambil berjalan keluar ruangan aku memikirkan ketidakhadiran Bulan dalam ujian SPMB hari kedua ini. Untuk mengusir kepenatan setelah mengerjaan soal-soal SPMB sekaligus membuyarkan pikiranku tentang apa yang terjadi dengan Bulan, aku membeli surat kabar lokal hari ini dan segera kusimpan ke dalam tas. Aku ingin membacanya di rumah saja mengingat mendung yang telah begitu gelap.
Sesampainya di rumah aku rebahkan tubuhku di tempat tidur sambil tanganku meraih tas dan ku keluarkan surat kabar yang baru ku beli tadi. Secara berlahan kusimak baik-baik berita yang tertulis di dalamnya halaman demi halaman.
“Ya ALLAH...” sahutku terkejut seakan tidak percaya.

....Bulan P (18), peserta SPMB 2007 meninggal dunia akibat kecelakaan....

Tak kuasa aku menatap tulisan yang tertera dalam surat kabar itu. Ingatanku menerawang kejadian kemarin saat aku berkenalan dengannya. Belum terhapuskan dalam benakku senyum manisnya ketika ia menawarkan segenggam permen mints padaku.
Aku masih ingat bungkus permen mints pemberiannya yang masih ada di saku celanaku karena belum sempat aku buang kemarin. Aku raih bungkus permen mints itu dari sakuku. Aku menatap bungkus permen mints itu dalam-dalam. Kepalaku tertunduk, air mataku menetes.
“Bulan.... Aku simpan selalu bungkus permen mints darimu ini. Selamat tinggal.”

0 komentar:

Posting Komentar